Minggu, November 14, 2010

Si Anak Hilang Pulang

 
Si Anak Hilang Pulang

Aku sudah berjalan ratusan kali ke gereja. Tetapi kali ini berbeda. Aku ingat menaiki tangga, berjabat tanggan dengan penyambut jemaat, dan kemudian melihat berkeliling untuk memutuskan dimana aku ingin duduk. Semuanya cukup normal. Namun kemudian, aku mulai menangis. Hal yang sama terjadi lagi minggu berikutnya, dan minggu berikutnya lagi.
            Aku terkejut dengan reaksiku karena aku jarang menangis. Apa yang terjadi? Aku cukup yakin bahwa aku menangis karena baru saja memperbarui komitmen kepada Tuhan setelah bertahun-tahun tidak menganggap serius imanku.
            Seperti banyak orang, aku membiarkan imanku menjadi bagian yang jamak, bahkan kurang penting, dalam hidupku. Ya, aku percaya akan Allah, tetapi aku jarang memikirkan-Nya. Aku menjalani hidup yang sibuk, dan Allah hanyalah bagian –sayangnya, bagian terkecil- dari hidupku. Aku menangis karena aku telah pulang kepada Allah, yang menerimaku meskipun aku sudah lama sekali mengabaikan hubungan kami. Aku menangis karena menyadari dari lubuk hati yang terdalam bahwa hubungan dengan Allah sangat penting, bagian utama dari siapa aku dan siapa aku menurut rancangan Allah.

*Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukacita. Luk.15:24

Doa: Bapa terkasih, terima kasih karena Engkau telah menerima kami kembali ketika pulang kepada-Mu. Bawalah kami mendekat kepada-Mu.Amin




James Davidson [Quebec, Kanada]

SEMANGAT MELEMBEK MACAM MIE INSTAN DIGUYUR AIR PANAS


SEMANGAT MELEMBEK
MACAM MIE INSTAN DIGUYUR AIR PANAS


Siapakah orang Indonesia yang belum pernah menikmati Indomie? Kecuali Sudono Salim pemilik usaha itu mungkin, hampir semuanya pernah menikmati makanan ringan cepat saji ini. Begitu populernya makanan murah meriah tersebut makan mie merk lain pun menyebutnya pasti Indomie. Tercatat, setiap tahunnya orang Indonesia mengkonsumsi 15 milyar bungkus mie dengan berbagai merk.
            Mie cepat saji masuk Indonesia kali pertama tahun 1971, dengan nama Supermie. Indomie baru masuk pasar tahun 1981, dengan pemilik usaha tetap Sudono Salim, teman Pak Harto sejak keduanya belum jadi apa-apa. Karena kita sudah begitu lama akrab dengan mie instant, demi mendengar kabar bahwa Indomie di Taiwan di razia lantaran mengandung zat kimia nipagin, kita pun tersentak. Tapi Bu Menkes Endang Sedyaningsih menjamin bahwa mie di Indonesia aman, karena kita menggunakan zat itu jauh di bawah yang di anjurkan International Codex Alumentarius Commision (ICAC).
            Buat apa kita panik, toh sudah kadung masuk perut. Yang jelas, begitu seringnya kita mengkonsumsi mie instan, jiwa dan mental bangsa ini terpengaruh karenanya. Semangat dan mental kita jadi mudah lembek, seperti mie instan yang diguyur air panas. Jadi pemimpin dan politisi pun, suka ngomong mbulet (melingkar-lingkar) macam mie instan itu sendiri. Pemuda kita, selalu merenge-rengek minta pekerjaan pada negara, tak mampu menciptakan kerja.
            Masih jelas dalam ingatan kita, saat kampanye Pilpres pada 2009 lalu, Partai Demokrat dengan bangga mengadopsi lagu promosi Indomie untuk menjaring pemilih. Kata ”indomie seleraku” diganti menjadi ”SBY presidenku”. Apa yang terjadisetelah kemenangan diraihnya? Presiden kita ikut-ikutan lembek ketika menghadapi Malaysia. Terakhir, ketika mau ke Belanda, digrecokin RMS saja tak jadi berangkat.