Jumat, September 10, 2010

Pembantaian Masal Kiristan


Pembantaian Masal Kiristan
Tahun 1597-1865

            Tahun 1997 di peringati sebagai tahun permulaan pembantaian masal orang Kiristan (The Kiristan Holocaust) yang ke-400 di jepang. Peristiwa ini disebut oleh para peneliti sebagai “Penganiayaan terhadap orang Kristen yang paling menankutkan dan paling lama sepanjang sejarah ketika sebanyak satu juta orang Kristen dibunuh. (Christians Recall Japan’s Holocaust oleh Billy Bruce).
            Pada tanggal 23 November 1596, 26 orang Kristen Jepang Kiristan (artinya penduduk asli atau pribumi) ditahan di Kyoto. Pada tanggal 5 Februari 1597, 26 orang Kristen ini disalibkan pada salib yang dibuat secara kasar.
            Orang Kristen yang termuda dalam kelompok ini berumur 12 tahun, bernama Ibaragi Kun. Saat mereka tiba di tempat eksekusi, kun diminta oleh seorang petugas untuk menyangkal imannya.
            Kun menatap mata pengeksekusinya dan berkata, “Pak, akan lebih baik jika anda menjadi seorang Kristen dan dapat pergi ke Surga kemana saya akan pergi. Salib saya yang mana, Pak?” Petugas tersebut kagum atas tanggapan anak muda itu dan menunjukan pada salib yang paling kecil di atas bukit. Kun muda berlari menuju salib itu. Berlutut di depan salib itu dan memeluknya.
Pada tahun   1622, sekitar 50 orang Kristen dipublikasikan telah dipenggal ataupun dibakar di tiang gantungan. Pada tahun 1637, ribuan orang petani Kristen, hanya bersenjatakan perkakas dan alat-alat lain, melawan pasukan pemerintah. Kira-kira 30.000 orang Kiristan dibunuh. Peristiwa ini merupakan salah satu contoh penganiayaan terburuk yang terjadi selama pembataian massal yang berakhir pada 1865 itu.

Maukah kita menjadi seperti Kun yang berusia dua belas tahun itu, yang bertanya kepada Tuhan, ”Salibku yang mana?
            Masihkah kita ingat bahwa kristus datang kedunia sebagai bayi hanya untuk mati di atas kayu salib di bukit Kalvari?
            Masihkah kita ingat bahwa Yesus berkata,
Setia orang yang mau mengikuti aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikuti Aku?” (Markus 8:34)

Mbanga Tuzinde


Mbanga Tuzinde
Tahun 1866

          Mwanga adalah seorang raja tersingkir Uganda pada akhir tahun 1800-an yang percaya pada tradisi lama bahwa raja adalah pusat kekuasaan dan otoritas, dan ia dapat mencabut nyawa siapapun yang Ia pilih. Ia membuat dirinya dikelilingi oleh bocah laki-laki pelayan istana yang ia dapat lecehkan semaunya. Salah satu dari mereka adalah Mbanga Tuzine, anak angkat dari pemimpin algojo istana.
            Ketika Mwanga masih seorang pangeran ia dapat menerima pertumbuhan kegiatan misi di Uganda, tetapi ketika ia menjadi raja perilakunya berubah. Beberapa bocah laki-laki pelayan istana menjadi Kristen, dan menolak untuk mematuhi tindakan-tindakan pelecehan dan tidak berTuhan sang raja.
            Nyatanya bahwa pelayan istana yang tidak mematuhi perintah raja dianggap pengkhianat. Ia menombak pria yang bertanggung jawab memberikan perintah keagamaan kepada para pelayan istananya dan lalu memerintahkan agar pintu gerbang istana disegel.
            Lalu Mwanga mengumpulkan seluruh orang yang tinggal di istana dan memerintahkan mereka yang Kristen untuk memisahkan diri. Mbanga Tuzide adalah salah satu yang maju ke depan. Setiap pelayan laki-laki istana menyatakan bahwa Mbanga Tuzide ingin tetap menjadi Kristen “Sampai mati”.  Mwanga menghukum total 32 orang Kristen termasuk 15 pelayan istana untuk berjalan sejauh 35 km menuju suatu tempat yang disebut Namugongo dan menerima hukuman dibakar disana.
            Pemimpin pasukan algojo menangis dan berulang-ulang mendesak anaknya, Mbanga Tuzide, untuk menarik keputusannya. Bagaimanapun Mbanga bersikeras tetap bersama teman sebayanya dan menuju tempat eksekusinya dengan ‘tertawa berceloteh’.
            Sesampainya di Namugongo, para martir ini dipenjara selama tujuh hari sementara api yang besar dipersiapkan. Akhirnya pada tanggal 3 Juni 1886, mereka dibungkus dari alang-alang, diikat sekencang-kencangnya dan direbahkan berdempetan.
            Sekali lagi sebelum minyak disiramkan di atas tubuh mereka dan api di nyalakan, Mbanga di desak oleh ayahnya untuk menyangkal Yesus. Ketika ia menolak, pemimpin pasuka algojo ini membunuhnya dengan sebuah pukulan di leher untuk melindunginya dari siksaan dibakar hidup-hidup. Para martir lainnya mati sambil menyerukan nama Yesus dan menyatakan, “Kamu dapat membakar tubuh kami, tetapi kamu tidak dapat melukai jiwa kami”.
            Walaupun Mwanga mengusir para misionaris dari Uganda justru Kekristenan terus berkembang makin pesat. Setelah Mwanga meninggal, para misionaris kembali dan menemukan 1500 orang Kristen sudah menggu mereka.

Andakah Jawabanya?


Andakah Jawabanya?

     Beberapa tahun lalu, pada Minggu malam yang larut, aku berjalan-jalan bersama anjingku. Aku mengambil sesuatu yang kukira kunci rumah dan menutup rapat pintu rumahku. Sepulangnya berjalan-jalan, aku baru menyadari bahwa aku membawa kunci mobil bukan kunci rumah. Aku terkunci di luar rumah. Aku dan tetangga masih terjaga, sia-sia menghabiskan waktu berusaha membuka paksa pintu rumahku. Akhirnya hanya ada dua pilihan: memanggil tukang kunciatau pergi ke rumah temanku yang memiliki kunci cadangan rumahku. Aku putuskan untuk mengemudikan mobil ke rumah temanku sebagai pilihan yang lebih murah.
Ketika aku hampir sampai di rumahku, aku melewati seorang gadis muda, kira-kira 14 atau 15 tahun, tengah menyusuri jalan. Aku tinggal di daerah semi pedesaan yang relative terpencil dan tidak rumah penduduk  di sepanjang jalan itu. Aku harus berhenti dan menolongnya, pikirku segera. Namun, malam telah larut, hampir tengah malam, dan memberi tumpangan bagi orang asing bukanlah hal bijaksana. Aku melewatinya, tetapi tiba-tiba -  Aku merasa harus segera kembali. Aku berbalik arah. Selagi akumengemudikan mobilku di sampingnya, aku berkata, “Aku tak seharusnya menawarkan hal ini, dan Anda pun tidak harus menerimanya, tetapi adakah yang bias kubantu?”
“Aku memerlukan telepon…” Tentu saja aku mau membantunya. Ia mengenakan jeans dan kemeja tipis dan tidak membawa dompet atau apapun. Dan, ketika ia masuk ke mobil kulihat dia mengigil. Aku bertanya apakah ia baik-baik saja, ia menjawab ya. Ketika aku menatap wajahnya, aku mendapat kesan yang jelas dalam hatiku yang tak pernah kurasakan sebelumnya. Aku seperti mendengar suara yang berkata, ”Engkau adalah jawaban doa seseorang untuk gadis ini.” kesan yang begitu jelas itu membuatku merinding. Aku membawanya ke sebuah toko yang buka 24 jam dan meminta satpam untuk mengawasinya hingga seseorang datang menjemputnya. Gadis ini tidak kebetulan berjalan di tempat seperti itu pada malam hari. Aku pun tidak biasanya berada di jalan pada malam selarut itu. Sesuatu – atau seseorang – Sedang bekerja. Aku tidak menganggap Allah yang menyebabkan aku terkunci; tak terpikir olehku Allah bekerja dengan cara seperti itu. Namun, aku percaya Allah menggunakan keadaanku untuk menolong gadis itu.
Mungkin saja orang tua gadis itu, kakeknya, neneknya, bibinya, pamannya, guru sekolah minggunya, tetangganya, atau teman sekolahnya sedang mendoakan keselamatannya. Mereka tidak berada di dekatnya dan tidak mampumenolongnya – tetapi aku dapat. Aku merasa yakin Allahlah yang membuatku berbalik arah malam itu.
            Sejak saat itu, aku sering berpikir tentang kemungkinan bahwa tiap kita bisa saja merupakan jawaban doa bagi seseorang, tiap hari, dengan berbagai cara. Mungkin kita sedang melakukan tugas-tugas kita seperti biasa (ataupun yang tidak biasa, seperti yang kualami malam itu) dengan niat mendengarkan panggilan Allah. Jika kita memutuskan untuk mendengar dorongan dalam hati, berusaha mendengarkan suara Allah, aku pikir kita akan memandang dunia dan orang-orang di sekitar kita dengan cara berbeda. Dan, kadang kita akam merasa/berpikir/tahu bahwa situasi di depan kita adalah kesempatan kita – bukan orang lain – untuk mengambil bagian dalam kehendak Tuhan atas orang yang ada di hadapan kita.
Siapa yang tahu munculnya kemungkinan-kemungkinan tersebut? Tak seorang pun yang dapat memberi tahu kita kehendak Allah atas diri kita. Tak seorang pun tahu yang terjadi dalam hati kita, yang membawa kita lebih dekat kepada Allah. Alkitab tidak meberi tahu kita berapa kali dalam seminggu kita harus menjangkau orang atau seberapa sering kita kita sebaiknya melayani dan di mana kita seharusnya menggunakan karunia kita. Namun, kita dapat memandang seseorang di perpustakaan, anak muda yang tampak jengkel, orang tua muda yang bergumul dengan beban yang mereka tanggung, atau rekan kerja kita yang tidak biasanya tampak sedih, dengan pikiran bahwa kita bisa saja menjadi alat Tuhan untuk menjawab doa-doa mereka. Sikap hati seperti itu dapat mengubah tanggapan kita kepada mereka yang kita jumpai tiap hari.

Kesaksian


Kesaksian

Para pasien yang kondisinya kritis sering tahu bahwa ajal sudah dekat, tetapi aku tak tahu apakah Delores hanya bersikap terlalu positif. “Aku belum siap mati,  katanya. “Aku mau pulang.  Perawat meneleponku, Pendeta rumah sakit, karena mengira Delores sekarat.
            Namun, Delores pulang. Kembali ke rumah sakit hanya untuk menjalani kemoterapi dan radiasi. Aku hampir tak dapat mengenalinya karena efek terapi yang di jalaninya. Tiba-tiba, ia berkata, “Dia ada disini, diruangan ini.”
            “Siapa?” tanyaku.
            Yesus! Aku tengah berbaring dan memandang dinding di sebelah sana dan – “ ia berhenti. Matanya berkaca-kaca selagi menunjukan dinding di seberang tempat tidurnya. “Yesus datang melewati tembok itu. Ruangan penuh cahaya dan sungguh damai! Terima Kasih Yesus!”
            Kurasakan sukacitanya sangat nyata sehingga aku menangis. Anda tidak bisa bekerja di rumah sakit, di tengah mereka yang sekarat, tanpa harus bergumul dengan Allah. Di kamar Delores, sepenuhnya kurasakan ucapan, harapan, doa orang Kristen, Nyata. Dia yang turun ke dunia mati di kayu salib, Dibangkitkan. Dia tidak akan meninggalkan kita tanpa penghiburan. Kadan kita perlu diingatkan tentang itu oleh iman orang lain.


Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan. 2 Kor. 1:3

”Allah, Terima Kasih telah datang saat kami membutuhkan dan memampukan kami hidup dengan setia. Amin.”

Yang kita katakan dan harapkan benar-benar nyata: Kristus telah bangkit.





                                                                Marcia Krause Bilyk [New Jersey, Amerika Serikat]

Hidup Yang Baik


Hidup Yang Baik

“Semuanya baik-baik saja,” kata kakak iparku saat ia terbaring sekarat. Aku mulai bertanya-tanya Ia masih berumur 65 tahun, baru saja pensiun, keluarganya mendukung dan mengasihinya. Setelah Lima tahun berjuang melawan kanker payudara, kini ia Kritis. Bagaimana mungkin segalanya baik?
            Waktu pemakamannya, ketika pendeta membaca Roma 8:35-39, aku menyadari arti kata-kata terakhir kakak iparku itu: Dia mengatakan bahwa tak ada sesuatu pun yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah, bahkan kematian sekalipun. Kakak iparku memandang melampaui kekhawatiran dunia, tak ada yang lebih kuat dari pada kasih Allah dalam hati kita.
            Sebagai seorang Kristen, kita mencari bimbingan Allah untuk mengatur kita. Kita dapat hidup tiap hari seakan-akan hari ini adalah hari terakhir dalam hidup kita. Firman Tuhan menjamin bahwa ”Tak ada makhluk...yang dapat memisahkan kita dari kasih Allah yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rom.8:39).


Sebab jika kita hidup, kita hidup  untuk Tuhan, dan jika kita mati, kita mati untuk Tuhan. Jadi baik hidup atau mati, kita adalah milik Tuhan. Rm. 14:8

”Allah yang penuh kasih, biarlah kami mersakann kehadiran-Mu dalam segala yang kami lakukan tiap hari. Tolonglah kami untuk menjaga hidup kami untuk melayani lebih baik lagi.Amin.”

Bahkan kematian pun tak dapat memisahkan kita dari Allah.





Lynda S. Phillips [Tenessee, Amerika Serikat]